Catatan Stoik #15: Belenggu kebiasaan Buruk

Catatan Stoik #15: Belenggu kebiasaan Buruk

Catatan Stoik -  Kebiasaan buruk merupakan sisi gelap masa lalu yang belum tuntas bagi seorang manusia. Ia merupakan kegiatan Amoral (apapun itu, berbohong, malas, iri dengki dan lain-lain) yang pelan-pelan menjadi ancaman bagi kehidupannya.

Aku mempunyai beberapa kebiasaan buruk yang kerap sesekali masih kulaksanakan. terkadang ia hadir muncul tiba-tiba dalam pikiranku.

Walau sesungguhnya saat ini kebiasaan itu kerap dapat kulawan dengan memberikan jarak antara pikiran dan kebiasaan  buruk itu.

Secara sadar, aku sekarang dapat memberikan jarak antara keduanya. Ini yang membuatku dapat melawan kebiasaan buruk tersebut dengan menjernihkan pikiranku.

Timbul sebuah pertanyaan yang paling elementer, Mengapa kebiasaan buruk itu bisa hadir, walau kita sepenuhnya sudah mampu move on dari kehidupan yang irasional.

Kehidupan irasiona menurut Stoa adalah kehidupan yang  dilaksanakan dengan mengedepankan emosi, nafsu tanpa pikiran yang jernih.

Sementara kehidupan Rasional adalah kehidupan logis yang sesuai akal budi mengikuti kehendak alam.

Kebiasaan buruk itu menjadi sebuah rezim jiwa yang amat sulit untuk diruntuhkan. Hal itu disebabkan kita melanggengkan keburukan tersebut sehingga hampir melekat dalam karakter dasar kita.

Sebagai contoh yang paling kecil. Awalnya, Kita mengalami stres ketika dihadapkan dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang kita inginkan, padahal itu perkara yang kecil.

Sebagai contoh Antrian teller bank yang panjang misalnya, kita stres papdahal saat itu banyak agenda yang harus sesegera mungkin diselesaikan.

Rasa stres itu kita biarkan bersarang dalam pikiran kita, tanpa pernah kita kendalikan menjadi pikiran yang lebih jernih dan logis.

Terus berada dan bersarang di dalamnya. Setiap konflik, besar ataupun kecil, stres pun muncul seketika. Sampai-sampa kita terbiasa dengan keburukan itu.

Stres yang dipelihara dalam jiwa, lama kelamaan akan berubah menjadi depresi, kecemasan dan ketakutan hingga sampai kepada titik yang paling ektrem adalah Paranoid.

Ini merupakan salah satu keburukan yang pada akhirnya sulit dihilangkan dan membelenggu diri sehingga sulit untuk dikendalikan.

Lalu bagaimana solusinya?, Aku sadar keburukanku harus kuhentikan dengan landasan yang logis. Keburukan yang kupelihara itu adalah penyakit aku harus mengehntikannya.

Kalau kata Hadiar Baghir dalam bukunya mengeal Tasawuf, nafsu it ibarat anak bayi yang harusnya disapih setelah berumur 2 tahun, lalu ia akan tetap menyusui jika sang ibu tidak berusaha untuk menyapihnya.

Aku harus memutus rantai keburukan itu sekarang juga, walaupun berat, seperti anak bayi yang disapih tersebut, sakit memang, berat tapi ini untuk kebaikanku.

Untuk memperoleh kebajikan adalah melaksanakan kebaikan. Dan amat mustahil sebuah kebaikan jika di dalamnya masih ada unsur keburukan yang sulit untuk dikendalikan


Minggu, 09 Juli 2023 00:23 WIB
Administrator
578 Lihat kali

Tinggalkan Komentar

0 Komentar

Blog Terkait

News
03 Agustus 2023 18:07

Catatan Stoik #17: Menjadi Manusia semesta

CATATAN STOIK - Dalam kehidupan ini, bolehlah kita menoleh kepada diri kita sendiri tentang bagaimana kita memperlakukan apa-apa yang berada di

Lebih Detail
News
25 Juli 2023 23:18

CATATAN STOIK #16: Selimut Keinginan

CATATAN STOIK - Keinginan terkadang dapat menjadi sebuah malapetaka. Keinginan malah menjadi penghambat manusia untuk mencapai keinginan itu sendiri. Berapa banyak

Lebih Detail
News
06 Juli 2023 22:05

Catatan Stoik #14: Waktuku Habis Untuk Kepentingn Orang lain!

Catatan Stoik - Ketika itu, Berapa banyak waktuku tersedot habis memikirkan apa yang "baik" aku lakukan di mata Orang lain. Aku harus

Lebih Detail
News
03 Juli 2023 14:51

Catatan Stoik #13: di Luar Lingkaran Kendali

Catatan Stoik - Kematian, pertemuan, rezeki dan ketentuan langit lainnya merupakan perkara besar yang berada di luar kendali manusia. Kita hanya

Lebih Detail