Catatan Stoik #17: Menjadi Manusia semesta
CATATAN STOIK - Dalam kehidupan ini, bolehlah kita menoleh kepada diri kita sendiri tentang bagaimana kita memperlakukan apa-apa yang berada di luar diri kita.
Sejak kita diperkenankan Tuhan mulai memiliki fungsi yang baik terhadap otak kita. Sudah berapa milyar keadaan di luar kita menggelisahkan pikiran kita?
Bahaya kelaparan sebahagian manusia misalnya, akibat gizi buruk dan wabah penyakit atau korban bekas perang. Kondisi lingkungan yang bergelimang maksiat.
Pemimpin-pemimpin yang zhalim, pemerintah korup, pejabat yang nepotisme, tetangga sebelah kelaparan,pencemaran alam, kebakaran hutan krisis lingkungan dan sederet situasi yang menggambarkan bahwa semesta ini sedang tidak baik-baik saja.
Seberapa besarkah hal tersebut menjadi kemelut dalam nurani dan jiwa kita? Atau malah hal tersebut biasa-biasa saja. Hanya Fenomena alam sebagai Paradoks yang tidak mesti ditakuti.
Sebagai Fenomena yang terjadi disekitar kita yang tidak berdampak dan bersentuhan langsung bagi diri kita, lalu tidak mesti diurusi dan dimengerti sama sekali?
Atau kita hanya sibuk dengan kehidupan personalitas kita, kita disibukan dengan pekerjaan, hutang yang menumpuk, masalah-masalah pribadi, keluarga.
Kita lebih sibuk nongkrong di Coffe, bersama kawan-kawan main, bergaya hidup mewah atau mengejarnya hingga kita kelelahan sendiri.
Kata Senecca, Seorang Filsuf Stoik, Manusia juga sebagai Makhluk sosial, tidak dapat terpisah dari kehidupan sosial di sekelilingnya.
Kehidupan sosial itu Ibarat sebuah pohon, lengkap memiliki akar daun dahan dan ranting.Kelengkapan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah pohon.
Kita diibaratkan selembar daun dalam rimbunan pohon tersebut. Jika kita memilih untuk bersikap masa bodoh. Kita memilih memberikan jarak antara kita dan kepada interaksi sosial atau semacamnya.
Kita akan mengalami alienasi sosial, terpisah dari pohon sosial yang rindang itu. Menjadi pribadi yang tidak peduli berdampak luas kepada ketidakpedulian sosial.
Kita dapat bayangkan, dalam lingkungan sosial, terdiri dari pribadi-pribadi yang masa bodoh dan tidak peduli, Rimbunan poohon yang rindang itu akan menghasilkan daun yang berguguran, lalu pohon tersebut mati kering dan tandus.
Begitu juga kita, sendiri dan tidak peduli, kita akan menjadi daun yang kering, lalu mati. Sebenarnya kita adalah bagian dari pohon itu bahkan kita adalah bagian dari alam semesta.
Mari menjadi manusia Semesta!
Tinggalkan Komentar
Tambah Komentar
Blog Terkait
CATATAN STOIK #16: Selimut Keinginan
CATATAN STOIK - Keinginan terkadang dapat menjadi sebuah malapetaka. Keinginan malah menjadi penghambat manusia untuk mencapai keinginan itu sendiri. Berapa banyak
Lebih DetailCatatan Stoik #15: Belenggu kebiasaan Buruk
Catatan Stoik - Kebiasaan buruk merupakan sisi gelap masa lalu yang belum tuntas bagi seorang manusia. Ia merupakan kegiatan Amoral (apapun
Lebih DetailCatatan Stoik #14: Waktuku Habis Untuk Kepentingn Orang lain!
Catatan Stoik - Ketika itu, Berapa banyak waktuku tersedot habis memikirkan apa yang "baik" aku lakukan di mata Orang lain. Aku harus
Lebih DetailCatatan Stoik #13: di Luar Lingkaran Kendali
Catatan Stoik - Kematian, pertemuan, rezeki dan ketentuan langit lainnya merupakan perkara besar yang berada di luar kendali manusia. Kita hanya
Lebih DetailBlog Terkini
Hari Natal: Duri di tengah jalan Pluralitas
Menelusuri Akar dari kebencian, Gus Miftah dan Sunhaji
PKM UNIMED: SERAH TERIMA TAMAN BACA RUMAH INTUISI
Menu
Hubungi Kami
KOMUNITAS LITERASI PERADABAN
|
Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara - 20853 |
|
081360424202 |
|
muhammadsangbintang@gmail.com |