HARI KEBANGKITAN NASIONAL: BARA-BARA KECIL REVOLUSI
RUMAH INTUISI - Kalau bicara Hari Kebangkitan Nasional, apakah yang akan kita harapkan dari pikiran anak muda.
Ide dan artikulasinya kah, atau gagasan-gagasan hebat mereka dalam menatap masa depan bangsa Indonesia esok. bagaimana pula cara pandangnya dengan Hari Kebangkitan Nasional
Kita harus melihat dan memahami karakteristik Generasi-z ini. Mereka adalah generasi yang memiliki kemampuan dalam menguasai tekhnologi.
Media sosial merupakan alat bagi mereka dalam mendeskripsikan karakter mereka secara aktual sempurna.
Maka tak heran, Tekhnologi bagi mereka ibarat nafas dalam kehidupannya yang kerap dihembus dan dilepaskan ke udara. Lalu bagaimana padangan mereka dengan Hari Kebangkitan Nasional.
20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional. jika kembali ke 114 tahun yang silam. Gerakan lokal kesukuan marak terjadi di daerah-daerah.
Gerakan Young Java, Jong Sumatra, Jong Ambon dan gerakan-gerakan lokal lainnya bergelora serupa bara-bara kecil revolusi.
Lalu kemudian, kita patut sebenarnya berterimakasih kepada Belanda, Kata Sultan Takdir Alisjahbana dalam karya Seri Esensia, pada abad XIX mereka membuka sekolah-sekolah untuk Orang Indonesia.
Sehingga mereka diberikan serba sedikit ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sebab itu pulalah, tumbuh gelora Nasionalisme mereka.
Pada Akhirnya Gerakan-gerakan Lokal tersebut bermuara menjadi satu, BUDI UTOMO, inisiasi yang amat cerdas dari angkatan Mahasiswa organisasi yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).
Apa yang kemudian terjadi kini, kita kembali kepada mereka generasi milenial itu. Aroma revolusi sebagai gerakan Kebangkitan Nasional kini bercampur baur.
Tidak dapat ditemukan pada alat penciuman kita, ada aroma kebangkitan, yang berasal dari rasa persatuan primordialisme sebagai bangsa yang SATU.
Betapa tidak, Generasi-Z kini kehilangan identitas, kalau dulu anak-anak muda UTOMO, berangkat dari gerakan Identitas Lokal, khas budaya daerah asal muasal mereka.
Tapi generasi Kini, mereka tak punya identitas. Mereka tak mengerti bahasa Daerah. Mereka kehilangan bahasa Ibu. Gempuran Teknologi membuat identitas mereka mengalami Absurditas.
Arus Weternisasi nan Hedon, permisivisme yang mengaburkan batas-batas mana yang tabu dan mana yang pantas menghilangkan nilai luhur berbudaya.
Pendidikan yang bertemakan Merdeka Belajar, melahirkan generasi yang terpenjara dalam style dan gaya. Sungguh... kita harus bangkit, nyalakan Bara-bara kecil Revolusi kembali!
Tinggalkan Komentar
Tambah Komentar
Blog Terkait
Hari Natal: Duri di tengah jalan Pluralitas
RUMAH INTUISI - ingat Hadis rasul tentang tingkat ke imanan yang mempunyai tujuh puluh tingkatan dan menyingkirkan duri di jalan adalah
Lebih DetailCatatan Akhir Tahun; Menjadi hidup apa adanya
RUMAH INTUISI - Ada yang sedikit menggelitik dari pemilihan judul artikel ini. Lebih memilih penggunaan kata "Menjadi" dari pada menjalani
Lebih DetailPara Pendaras Kalimat Cinta, Sebuah Epilog
RUMAH INTUISI - Ketika pertama kali rombongan haji menginjakkan kaki di Tanah Deli, dari perjalanan jauh di semenanjung dua Kota suci
Lebih Detail1 Muharram: Konsep waktu dalam Filsafat
RUMAH INTUISI - Hari berganti hari, tiba saatnya tahun baru Islam 1 Muharam 1445 H mengunjungi umat manusia dalam sepanjang tahun
Lebih DetailBlog Terkini
Hari Natal: Duri di tengah jalan Pluralitas
Menelusuri Akar dari kebencian, Gus Miftah dan Sunhaji
PKM UNIMED: SERAH TERIMA TAMAN BACA RUMAH INTUISI
Menu
Hubungi Kami
KOMUNITAS LITERASI PERADABAN
|
Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara - 20853 |
|
081360424202 |
|
muhammadsangbintang@gmail.com |