Toleransi dalam Keadaan Lapar, Bisakah?

RUMAH INTUISI - Dalam bingkai kenegaraan, Negara sangat hadir dalam menetapkan ideologi Pancasila sebagai falsafat berbangsa dan bernegara. Produknya adalah Moderasi Beragama.
Dalam Konteks Heremeneutika, Istilah moderasi beragama lahir dari beberapa latar belakang aksi terorisme yang marak terjadi di Indonesia ini. Gerakan-gerakan disinyalir sebagai faham transnasional merupakan bagian dari ancaman disintergrasi bangsa.
Akar gerakan tersebut berangkat dari sikap fundamenalisme radikalisme dalam pemahaman agama. Faham inilah dinilai hari ini di Indonesia sedang berkembang memasuki di segala ini berkehidupan bangsa.
Dan sesegera mungkin langsung dilakukan penangan oleh pihak terkait. Namun, kalau lekas disadari, drama kesenjangan sosial sebagai praktek pengelolaan kenegaraan yang Nirkeadilan, pemangku kepentingan seakan absen di sana.
Padahal sesungguhnya, jika boleh kita katakan, ideologi-ideologi berengsek yang dkatakan sebagai pemicu terorisme itu sebenarnya hanyalah sebahagian kecil dari asbab mengapa tindakan itu dapat terjadi. Kelaparan, keterancaman hidup merupakan penyebab yang paling berpotensi melahirkan kekacauan pikiran. Ketika pikiran kacau, matipun orang berani.
Tapi Negara Absen melalui kebijakan-kebijakan yang tidak substansial ini. Moderasi memang kabijakan yang amat diperlukan sebagai implementasi dari falsafah pancasila sebagai Ideologi bangsa.
Kita yang multikultur ini berlindung pada sayap Garuda yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, sudah semestilah dan sepatutnya kita belajar, satukan persepsi untuk terus bersikap moderat secara konsisten, apapun agama kita!.
Namun, ini gerakan edukasi yang berkelanjutan dan konsisten. Penerapannya dalam kurikulum pendidikan setiap jenjang merupakan hal yang amat baik. Apalagi di tingkat pendidikan dasar.
Sikap moderasi disampaikan secara doktrinasi agar mereka ingat bahwa dalam rimbunan manusia Indonesia, ada satu hal yang membuat mereka bersama adalah Pancasila dengan sila pertama ketuhanan yang Maha Esa.
Manusia yang memiliki Tuhan yang Esa, amat mustahil ia tega membunuh manusia lain sementara Tuhan yang ia imani itu sangat berbelas kasih terhadap makhluknya. Gagasan tersebut seyogyanya bukan merupakan skala prioritas yang sifatnya mendesak untuk terus ditanggulangi.
Dengan fokus beban anggaran Negara dialokasikan untuk anti terror. Jika dikatakan Indonesia darurat teroris, belum tentu. Tetapi hari ini, dapat dipastikan Indonesia darurat kemiskinan dan darurat kesejahteraan. Apa yang dapat diharapkan kepada orang yang bersikap toleran dalam keadaan lapar? Tidak ada, bukan?
Tinggalkan Komentar
Tambah Komentar
Blog Terkait

di Balik kisah Rihlah ilmiah Institut Jamiyah Mahmudiyah
RUMAH INTUISI - Minggu, 16 Februari 2025 tepat pukul 13.30 Waktu Malaysia, rombongan Institut Jamiyah Mahmudiyah mendarat di Bandara Kuala
Lebih Detail
Kunjungan PJ. Ketua TP PKK Langkat Di Desa Percontohan Kategori Posyandu Di Desa Teluk Bakung.
Tanjung Pura, Ibu Ny. Uke Retno Faisal Hasrimy selaku Pj. Ketua TP PKK Kabupaten Langkat melakukan kunjungan dan Pembinaan Desa Percontohan Kategori
Lebih Detail
Menelusuri Akar dari kebencian, Gus Miftah dan Sunhaji
RUMAH INTUISI - agaknya, akhir-akhir ini Roda Kemakmuran kapitalis dikendalikan oleh setumpuk kebencian. Cobalah tengok kasus-kasus viral belakangan ini. Bagaimana proses
Lebih Detail
Menjadi santri pelayan haji; sebuah Catatan akhir
RUMAH INTUISI - minggu, 9/06/24 tepat kloter 25 yang merupakan kloter terakhir dari jamaah haji Embarkasi Medan Sumatera Utara tiba di
Lebih DetailBlog Terkini

Tenang "Dalam Hati"

Muh. Zuhaili: Cahaya Alquran di Singapura
Menu
Hubungi Kami
KOMUNITAS LITERASI PERADABAN
|
Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara - 20853 |
|
081360424202 |
|
muhammadsangbintang@gmail.com |