Kesetaraan Gender Merespon Kondisi Darurat Kekerasan Seksual

Kesetaraan Gender Merespon Kondisi Darurat Kekerasan Seksual

 

Oleh:
CUT EMMA MUTIA RATNA DEWI, SH, MH

RUMAH INTUISI - Kehadiran Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) oleh DPR pada April 2022 lalu, melalui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi UU, diharapkan menjadi angin segar khususnya dikalangan perempuan.

Dimana perempuan yang menjadi mayoritas sasaran kekerasan seksual, dapat terlindungi hak-hak hukumnya dengan disyahkan UU TPKS tersebut.

Dan pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi tonggak awal penghapusan kekerasan seksual.

Namun, perjuangan menghapus kekerasan seksual masih panjang.

Menjadi sebuah momentum bagi negara untuk hadir bagi para korban kekerasan seksual.

Perjalanan untuk memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual masih panjang.

Komitmen semua pihak untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut sangat penting.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang memuat politik hukum yang penting dan strategis serta merupakan terobosan dalam pembaruan hukum.

Regulasi itu diharapkan menjawab berbagai persoalan kekerasan seksual yang terus terjadi dalam berbagai modus.

Tentu saja pertama, harus segera dibuatkan peraturan pelaksanaannya, terutama yang menyangkut hukum acaranya.

Kedua, harus disosialisasi kepada semua pihak. Karena literasi hukum, melek hukum akan membuat para perempuan dan anak memiliki perisai untuk melindungi dirinya sendiri.

UU TPKS yang disahkan DPR mengatur sembilan TPKS, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

UU TPKS memuat banyak hal berarti, yang meliputi soal penanganan dan pemulihan korban, termasuk juga memberi mandat pemerintah daerah untuk memberi dukungan.

Namun, UU ini juga menyisakan persoalan karena konsep paling inti dari kekerasan seksual, yaitu pemerkosaan, tidak bisa masuk karena alasan doktrin hukum.

*Hadiah bagi kemajuan bangsa*

UU merupakan hadiah bagi seluruh perempuan di Indonesia. Ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa.

Harapan kita bahwa implementasi UU TPKS dapat menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual serta memberikan perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. 

Karena itu, perempuan Indonesia tetap harus semangat dan menegaskan di Indonesia tidak ada tempat bagi kekerasan seksual.

Sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah dan menangani segala bentuk kekerasan seksual.

UU tersebut akan melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku.

mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.

Menjadi semangat dan roh perjuangan anak bangsa, antara DPR, pemerintah, dan masyarakat sipil.

Hal yang harus diingat, agar undang-undang ini nantinya memberi manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual.

RUU TPKS merupakan terobosan karena pengaturan hukum acara yang komprehensif serta pengakuan dan jaminan hak korban. Korban TPKS berhak mendapat restitusi atau ganti kerugian yang dibayarkan pelaku.

Kritik, saran, dan masukan itu ditampung dan diakomodasi demi kesempurnaan UU dan kemaslahatan dalam penanganan TPKS, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara hukum.

Adapun ulasan dari sembilan tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.

UU TPKS mengakui jenis tindak pidana kekerasan seksual yang terdapat di UU lain agar dalam pelaksanaan hukum acara bisa menggunakan UU TPKS.

Disisi lain juga yang patut dicermati adalah 
berbagai kejahatan seksual di luar UU ini untuk menggunakan hukum acara dalam UU ini.

Masyarakat kini telah memiliki UU TPKS yang memuat terobosan penting yang mengatur 9 bentuk kekerasan seksual.

bentuk tersebut antara lain pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan pemaksaan perkawinan.

Disahkannya undang-undang ini juga secara komprehensif telah mengatur pencegahan, pemulihan korban, pemidanaan pelaku, pencegahan, serta pemantauan tindak pidana kekerasan seksual.

Keberhasilan ini menjadi hadiah bagi banyak pihak yang telah memperjuangkan advokasi korban kekerasan seksual yang kelak di kemudian hari masih banyak hal yang harus diselesaikan dan menjadi PR bersama.

Pertama, implementasi penanganan terhadap korban kekerasan seksual yang tidak diatur dalam pasal undang-undang TPKS harus mendapatkan perhatian lebih lanjut.

Kedua, harus ada asas yang menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual karena ini akan sangat penting bagi proses pencegahan dan pemulihan korban.

Perlu juga memastikan dalam implementasinya korban mendapatkan pelayanan secara komprehensif dalam hal perlindungan, pemulihan, dan mengakses layanan hukum.

Pemerintah juga perlu mengubah kultur hukumnya yang selama ini cenderung menstigma dan mendiskriminasi korban kekerasan seksual.

Lembaga-lembaga pencegahan serta kampanye tentang kekerasan seksual juga perlu dilakukan secara massif.

Di sisi lain, negara juga perlu mengedukasi aparaturnya agar memiliki perspektif adil gender.

Dalam perekrutan aparatur negara harus ada asas yang jelas bahwa calon tidak pernah terindikasi sebagai pelaku tindak kekerasan seksual .

Harapan kita semua agar ngan sampai setelah disahkan, undang-undang ini hanya menjadi pesan kosong, yang pelaksanaannya hanya runcing ke atas namun tumpul ke bawah.

Tentu pemerintah dan elemen masyarakat perlu berkerja sama demi mengimplementasikan undang-undang TPKS demi terciptanya Indonesia bebas kekerasan.

(Tulisan disadur dari berbagai sumber terpercaya)

*PENULIS ADALAH KOORDINATOR PRESIDIUM FORHATI NASIONAL & DIRUT CEC*


Jumat, 20 Januari 2023 15:02 WIB
Administrator
190 Lihat kali

Tinggalkan Komentar

0 Komentar

Blog Terkait

News
22 Juni 2024 16:23

Tagline "Perubahan" Kader KAHMI Sumut siap tarung di Pilkada Langkat

RUMAH INTUISI - berkepala pelontos berkumis tipis serta berkacamata adalah ciri khas abang yang satu ini. Selasa,14 Mei 2024 lebih kurang sebulan

Lebih Detail
News
21 Juni 2024 07:36

#KAHMIMILENIAL: Candu, cuan dan Secarik kekuasaan!

RUMAH INTUISI - apa yang meyebabkan suara perjuangan akhir-akhir ini semakin sepi, terutama dari kalangan anak muda para aktifis. Beberapa kali

Lebih Detail
News
02 Juni 2024 20:26

Secarik Narasi; Menatap visi misi KAHMI, sebuah Masa depan umat

Rumah Intuisi - Duduk termenung, seonggok lelaki di perempatan itu sepertinya aku kenal. ia terlihat lelah, barusan ikut dalam barisan

Lebih Detail
News
16 Juni 2023 22:30

AIDIL FITRI PETUGAS P3IH ; Urgensi Memaksimalkan Pelayanan Jamaah Haji Lansia

RUMAH INTUISI - Medan/16/-6/2023 Ada yang istimewa dalam momentum ritual pelaksanaan Ibadah haji tahun ini. Tagline program haji kali ini mengusung tema

Lebih Detail